Dari Pasien Lugu ke Sebuah Buku
Sebagai perawat sekaligus dosen di Universitas Airlangga, saya tidak hanya berhadapan dengan teori di kelas, tetapi juga dengan praktik sehari-hari di ruang perawatan. Dari ruang inilah saya menemukan banyak hal yang membuka mata, termasuk betapa pentingnya komunikasi sederhana antara tenaga kesehatan dan pasien.
Saya masih ingat satu pertemuan dengan seorang pasien yang sangat lugu. Seusai operasi, saya memberikan instruksi, “Bapak harus memulai mobilisasi dini.” Dalam kerangka medis, kalimat itu jelas: pasien harus mulai mencoba duduk, berdiri, dan berjalan perlahan agar pemulihan lebih cepat. Namun, pasien justru menoleh ke keluarganya dan berkata, “Jadi saya harus pindah kamar, ya?” Saat itu saya sadar, apa yang bagi tenaga kesehatan terdengar sangat teknis, bisa dimaknai berbeda oleh pasien.
Sejak peristiwa itu, saya makin banyak memperhatikan. Instruksi obat “diminum saat perut kosong” sering ditafsir lain, “obat untuk pemakaian luar” pun kadang disalahpahami. Bukan karena pasien tidak cerdas, tetapi karena bahasa kami terlalu jauh dari keseharian mereka.
Pengalaman-pengalaman inilah yang kemudian mendorong saya menulis sebuah buku. Bukan untuk menambah daftar panjang teori komunikasi, melainkan untuk menawarkan cara praktis agar tenaga kesehatan mampu menyampaikan pesan dengan jelas dan efektif. Buku ini saya bayangkan sebagai jembatan, antara istilah akademis dengan bahasa sehari-hari yang dimengerti pasien.
Public speaking bagi tenaga kesehatan bukan sekadar keterampilan tambahan. Ia adalah bagian integral dari pelayanan. Kata-kata yang sederhana bisa menguatkan pasien, memberikan rasa aman, bahkan menentukan keberhasilan terapi. Dari pasien lugu itulah, saya belajar: bicara bisa menyembuhkan, jika kita memilih kata yang tepat.
Post Comment