Srikana FoodWalk Ruang Temu yang Tepat di Sebelah Kampus Unair B

Jalan kecil bernama Srikana, persis di sebelah kampus B Unair. Kalau jam istirahat siang, suara mahasiswa keluar dari kelas bertarung dengan suara wajan di deretan PK5 yang di buat Pemkot Surabaya. Minyak panas, mie direbus, telur diceplok. Bau bawang goreng dan Indomie yang baru diaduk sudah mirip pertempuran revolusi Prancis.

Meja penuh. Ada yang duduk dengan jas almamater setengah basah keringat, Sambil bawa catatan kuliah atau proposal acara yang masih temu siapa sponsornya, ada juga dosen yang pura-pura sibuk tapi sebenarnya menguping gosip terbaru mahasiswanya. Info terbarunya lagi pada suka padle, padle of mud.Saat itu sekat-sekat kampus seperti hilang.

Mahasiswa ngobrol sama dosen sudah lumrah. Obrolannya loncat-loncat: dari soal teori komunikasi yang pening, ke soal wifi kampus yang gak sampai Srikana, sampai gosip kecil tentang siapa yang jatuh cinta sama siapa. Mengalir begitu saja, meski lapar masih.Sore hari, sebelum pulang, Srikana lebih ramai lagi. Mahasiswa dan dosen mampir untuk sekadar duduk, menunda perjalanan pulang. Ada yang curhat, ada yang bercanda, ada juga yang diam saja sambil menatap jalan. Diam di Srikana bukan berarti sepi—diam di sana artinya ditemani.

Srikana Food Walk lebih terlihat seperti ruang publik tempat menjaga kewarasan. Bagi siapa saja, mahasiswanya dosennya atau bahkan yang punya warungnya sendiri. Katanya di Srikana itu yang mahal adalah ‘curhat’ nya. Saling dengar sesama teman , atau kalau beruntung ada dosen yang menyediakan telinganya untuk disesali curhat dinamika mahasiswanya.

Kalau sudah larut, meja-meja mulai kosong. Menyisakan gelas kopi yang jadi asbak darurat. Mahasiswa beranjak, dosen juga pulang, Srikana jadi jeda kecil dari hidup yang terlalu sibuk.Mungkin karena itu Srikana Foodwalk selalu ramai. Di sana, komunikasi bukan lagi teori. Ia hanya nasi Indomie, segelas es teh, dan teman yang mau duduk di sebelahmu. Minta bayarin pesenannya.

Post Comment