Belajar Pada Manusia ‘Beyond’, Belajarlah ‘Critical Thinking’ Penting!


Ada orang yang kalau bicara, membuatmu berpikir keras. Tapi ada juga orang yang kalau bicara, membuatmu ingin hidup lebih sadar. Sabrang termasuk yang kedua. Ia tak cuma menjelaskan dunia, tapi mengajak kita memahami arah ke mana manusia mau melangkah. Ia seperti datang dari masa depan, lalu dengan sabar menuntun kita untuk tidak tersesat di masa kini.

Sabrang, atau yang banyak orang kenal sebagai Noe Letto, bukan sekadar musisi yang pandai merangkai kata. Ia adalah manusia beyond — manusia yang berpikir melewati batas zaman. Ketika banyak orang sibuk bicara tentang sukses dan karier, ia menyoal kesadaran, koneksi antar-manusia, dan bagaimana teknologi seharusnya memperluas rasa, bukan sekadar kecepatan.

Dalam banyak forum, ia sering bilang bahwa manusia itu bukan hanya tubuh dan otak, tapi juga “sistem data dan kesadaran” yang terus berevolusi. Ia membicarakan hal-hal yang biasanya hanya diulas ilmuwan luar negeri—tentang singularitas, AI, dan kesadaran kolektif—tapi dengan bahasa yang bisa dimengerti oleh tukang kopi di pojokan warung. Di situlah daya Sabrang: ia menjembatani kompleksitas dengan kemanusiaan.

Belajar pada manusia seperti Sabrang adalah belajar menatap masa depan tanpa kehilangan arah moral. Di tengah dunia yang makin digital dan serba algoritma, ia mengingatkan bahwa manusia bukan sekadar pengguna teknologi, tapi bagian dari ekosistem semesta yang harus selaras. Kita bukan penguasa bumi, tapi jejaring di dalamnya.

Cara berpikirnya mungkin terdengar “liar” bagi sebagian orang, tapi justru di situlah menariknya. Ia tak memaksakan gagasan, hanya mengundang kita untuk bertanya: apa arti manusia, ketika segalanya bisa diprogram? Ia tak pernah memberi jawaban mutlak, karena menurutnya, manusia tumbuh justru lewat pertanyaan yang tak selesai.

Sabrang seolah ingin bilang bahwa menjadi manusia beyond bukan soal pintar memprediksi masa depan, tapi berani menjaga nilai-nilai kemanusiaan di tengah derasnya perubahan. Bahwa belajar bukan untuk menang, tapi untuk terus tumbuh. Dan mungkin, di dunia yang makin cepat ini, itulah bentuk perlawanan paling tenang: berpikir lebih jauh, tapi tetap manusia.


Post Comment