Saya Duduk Di Antara Mahasiswa

Oleh : Prof. Dian Yulie Reindrawati

Saya duduk di antara mahasiswa. Mereka sedang ngobrol santai tentang banyak hal — cinta, dosen killer, sampai isu AI yang katanya akan merebut pekerjaan manusia.

Saya hanya tersenyum, pura-pura sibuk memeriksa ponsel. Mereka tidak tahu saya dekan, dan saya tidak perlu menjelaskan.

Yang saya kagumi, mereka ini sebenarnya tahu banyak.Teori? Hafal.Prosedur? Apal luar kepala. Tapi yang sering kurang, justru sense — kepekaan membaca arah masa depan.Anak-anak vokasi sekarang cerdas dan cepat tangkap.

Mereka bisa menjelaskan mengapa sesuatu dilakukan: karena standar, karena SOP, karena prosedur industri. Tapi saat ditanya, “lalu setelah ini ke mana arah dunia kerja?” — wajahnya langsung berubah seperti layar komputer yang hang. Padahal dunia sekarang berubah bukan karena teori, tapi karena insting menangkap peluang.

Bukan soal hafal definisi digital marketing, tapi bisa mencium perubahan perilaku konsumen. Bukan sekadar tahu apa itu hospitality, tapi bisa membaca tren wisata yang belum terjadi. Di kelas kami, mereka belajar membuat pastry, omelet, atau merancang pelayanan hotel. Tapi lebih penting dari hasilnya adalah membaca situasi: siapa pelanggan, apa maunya, dan bagaimana menyesuaikannya. Itulah sense yang membedakan profesional dengan pekerja biasa.

Saya sering bilang ke mahasiswa: dunia tidak menunggu yang tahu teori, dunia menunggu yang tahu arah. Kadang, mereka tertawa — mungkin karena dikira motivasi. Padahal itu peringatan.Vokasi bukan hanya tentang “siap kerja.” Kalimat itu sudah basi. Sekarang, vokasi harus “siap berubah.” Karena yang siap kerja akan cepat tergantikan, tapi yang siap berubah akan terus relevan.

Anak-anak vokasi punya semua bahan dasarnya: ketangkasan, empati, logika, dan kemampuan teknis.Yang mereka butuhkan tinggal satu: kepekaan membaca peluang. Itu bukan bakat, tapi kebiasaan — hasil dari mau belajar, mau gagal, dan mau melihat lebih jauh dari tugas harian.

Saya percaya, kalau mereka bisa membaca perubahan seperti mereka membaca gosip, kalau mereka bisa memetakan peluang seperti mereka memetakan drama di timeline, maka masa depan bukan lagi teka-teki — tapi peta yang mereka sendiri gambar.Karena dunia kerja tak lagi menanyakan “kenapa kamu bisa?” Tapi “kamu bisa apa setelah dunia berubah?”

Post Comment